Kamis, 13 Oktober 2011
Pulang Ke Kotamu...
Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu.
Masih seperti dulu. Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna ...
Nasi Pecel Wader Bu Ahmad masih seperti dulu. Walau telah berganti generasi, pecelnya tetap ngangeni. Lokasinya memang strategis, tepat di samping gerbang masuk Bandar Udara Adi Sucipto.
Hari ini bangun dini hari, buru-buru ngejar bus bandara jam 4, numpang penerbangan paling pagi ke Jogja jam 6, tiba di joga jam 7 langsung menuju ke TKP, dalam kondisi lapar, wuih, sarapan Pecel Wader bu Ahmad terasa nikmat benar.
Warung pecel ini adalah tipikal Yogyakarta: bersahaja, melegenda dan ngangeni...
***
Ini hanya ada di Jogja, meeting di tengah pasar. Ya, pasar tradisional! Di all seasons Yogyakarta, semua ruang meeting diberi nama pasar-pasar tradisional di Yogyakarta: Pasar Godean, Pasar Giwangan, Pasar Prawirotaman, Pasar Kranggan, Pasar Lempuyangan dan Pasar Beringharjo. Hotel ini berada di kawasan Pasar Kembang. Kawasan Pasar Kembang terlanjur memiliki citra negatif sebagai kawasan pelacuran terselubung. Di kawasan ini banyak penginapan budget untuk turis kelas ransel, dan ini sering dimanfaatkan sebagai tempat transaksi para pria hidung belang dan wanita tuna susila. Kehadiran all seasons Yogyakarta memberi warna baru di kawasan Pasar Kembang, sebagai alternatif venue meeting.
***
Seperti biasa, lidah ini hanya bisa bersahabat dengan makanan hotel tidak lebih dari 36 jam. Untung di depan hotel - di perempatan Jogonegaran/ nDagen/ Kemetiran/ Gandekan - ada Angkringan. Sebungkus nasi kucing, plus tahu-tempe, plus wedang jahe, cukup mengenyangkan lambung yang sudah berebut tempat dengan lemak - sambil bernostalgia masa-masa muda penuh perjuangan di Jogja.
Jumat, 07 Oktober 2011
The Art of Sambal
Sambal siap saji? Itu hal biasa.
Sambal diuleg sesaat akan dihidangkan (sambal dadak, sunda)? Itu luar biasa.
Sambal diracik sendiri? Ini baru super!
Sambal sebagai pelengkap ikan bakar Makassar di tanah Makassar sendiri atau di Kendari punya ciri unik. Setelah memilih sendiri ikan untuk dibakar dan mengambil tempat duduk, dihadapan tamu dihidangkan bahan-bahan pembuat sambal berikut ini:
- Saos kacang
- Cabe rawit kecil(dalam bahasa sumatera disebut cabe kutu, sangat pedas)
- Bawang merah
- Tomat
- Jeruk nipis
- Garam
- Kecap (bila suka)
- MSG (bila suka)
- Daun kemangi (bila suka)
Sambil menunggu ikan matang, tamu meracik sendiri sambal. Tamu bisa berkreasi sesukanya. Pemilik warung menyediakan pisau untuk mengiris bahan sambal, dan piring kecil sebagai wadah. Saya menggunakan semua bahan (kecuali MSG)...nah jadilah sambal ini:
Sambal diuleg sesaat akan dihidangkan (sambal dadak, sunda)? Itu luar biasa.
Sambal diracik sendiri? Ini baru super!
Sambal sebagai pelengkap ikan bakar Makassar di tanah Makassar sendiri atau di Kendari punya ciri unik. Setelah memilih sendiri ikan untuk dibakar dan mengambil tempat duduk, dihadapan tamu dihidangkan bahan-bahan pembuat sambal berikut ini:
- Saos kacang
- Cabe rawit kecil(dalam bahasa sumatera disebut cabe kutu, sangat pedas)
- Bawang merah
- Tomat
- Jeruk nipis
- Garam
- Kecap (bila suka)
- MSG (bila suka)
- Daun kemangi (bila suka)
Sambil menunggu ikan matang, tamu meracik sendiri sambal. Tamu bisa berkreasi sesukanya. Pemilik warung menyediakan pisau untuk mengiris bahan sambal, dan piring kecil sebagai wadah. Saya menggunakan semua bahan (kecuali MSG)...nah jadilah sambal ini:
Around Kendari
Untungnya travelling ke kota yang jadwal penerbangannya terbatas adalah bisa extending menunggu penerbangan esok harinya dan di-cover kantor, bisa bergaya a la wisatawan domestik. Masih 24 jam menjelang flight GA 605 ke Jakarta, masih banyak waktu untuk putar-putar keliling Kendari.
[after lunch]: Pantai Nambo. Letaknya sekitar 15 kilo meter dari pusat Kota Kendari ke arah selatan. Pantai ini memiliki hamparan pasir putih halus yang elok.
[menjelang petang]: Toko Souvenir. Souvenir andalan Kendari adalah kain tenun etnis Tolaki, kacang mete dan aneka olahannya. Beberapa items juga bisa ditemukan di Makassar atau bahkan di Pulau Jawa, tapi dengan label Kendari atau Wakatobi.
[dine out]: Kendari Beach. Makan malam di tepi laut dengan menu ikan bakar dan kemudian cuci mulut dengan pisang epek - memang bukan menu original Kendari, tetapi berasal dari Makassar - setidaknya menggambarkan masyarakat Kendari yang heterogen.
[jalan pagi]: Tugu Persatuan. Landmark Kota Kendari, katanya ini tempat warga kota jalan jalan sore menikmati petang dengan berolah raga (futsal, roller blade, dll), kumpul-kumpul komunitas seperti para klub2 motor, atau sekedar nongkrong.
[sun burning]: Pelabuhan Pangkalan Perahu. Pagi yang cerah, menikmati hangatnya mentari pagi, mengamati kesibukan pelabuhan penumpang sambil exercise mengeluarkan keringat. Sulawesi Tenggara memang memiliki teritori daratan dan kepulauan, pelabuhan ini melayani rute ke pulau-pulau dalam provinsi seperti Muna, Buton, Wakatobi dan sekitarnya.
[after lunch]: Pantai Nambo. Letaknya sekitar 15 kilo meter dari pusat Kota Kendari ke arah selatan. Pantai ini memiliki hamparan pasir putih halus yang elok.
[menjelang petang]: Toko Souvenir. Souvenir andalan Kendari adalah kain tenun etnis Tolaki, kacang mete dan aneka olahannya. Beberapa items juga bisa ditemukan di Makassar atau bahkan di Pulau Jawa, tapi dengan label Kendari atau Wakatobi.
[dine out]: Kendari Beach. Makan malam di tepi laut dengan menu ikan bakar dan kemudian cuci mulut dengan pisang epek - memang bukan menu original Kendari, tetapi berasal dari Makassar - setidaknya menggambarkan masyarakat Kendari yang heterogen.
[jalan pagi]: Tugu Persatuan. Landmark Kota Kendari, katanya ini tempat warga kota jalan jalan sore menikmati petang dengan berolah raga (futsal, roller blade, dll), kumpul-kumpul komunitas seperti para klub2 motor, atau sekedar nongkrong.
[sun burning]: Pelabuhan Pangkalan Perahu. Pagi yang cerah, menikmati hangatnya mentari pagi, mengamati kesibukan pelabuhan penumpang sambil exercise mengeluarkan keringat. Sulawesi Tenggara memang memiliki teritori daratan dan kepulauan, pelabuhan ini melayani rute ke pulau-pulau dalam provinsi seperti Muna, Buton, Wakatobi dan sekitarnya.
Sofa itu telah tiada
Pertengahan tahun 2007 saya berkunjung ke Mamuju, ibukota Provinsi Sulawesi Barat yang ketika itu baru berusia tiga tahun. Sebelum menjadi ibukota provinsi - saat masih menjadi bagian Provinsi Sulawesi Selatan - Mamuju adalah kota kecil ibukota kabupaten yang tidak terlalu diperhitungkan. Tiba di Mamuju pagi-pagi buta, setelah melalui perjalanan darat semalaman selama 12 jam dari Makassar (saat itu tidak ada penerbangan ke Mamuju), dan setelah hampir setengah jam keliling kota kecil itu berburu kamar akhirnya menghadapi kenyataan: semua hotel, wisma, losmen, penginapan, apa pun namanya - hanya untuk sekedar meluruskan punggung yang pegal - fully booked.
Dengan sedikit memaksa, saya minta izin untuk merebahkan badan di sofa lobi hotel menunggu kamar kosong. Karena kelelahan yang sangat, sempat juga tertidur di lobi hotel itu.
Oktober 2011, empat tahun kemudian saya kembali ke Mamuju dan menginap di hotel itu lagi. Kamar, menu sarapan, pelayan hotel, semua masih seperti yang dulu. Yang berubah hanya satu. Sofa di lobi hotel sudah tiada, diganti dengan kursi kayu minimalis - individual. Mungkin ini adalah strategi hotel untuk menghindari tamu yang ngotot nginap di sofa - seperti yang saya lakukan empat tahun lalu. Semoga saja tidak!
Dengan sedikit memaksa, saya minta izin untuk merebahkan badan di sofa lobi hotel menunggu kamar kosong. Karena kelelahan yang sangat, sempat juga tertidur di lobi hotel itu.
Oktober 2011, empat tahun kemudian saya kembali ke Mamuju dan menginap di hotel itu lagi. Kamar, menu sarapan, pelayan hotel, semua masih seperti yang dulu. Yang berubah hanya satu. Sofa di lobi hotel sudah tiada, diganti dengan kursi kayu minimalis - individual. Mungkin ini adalah strategi hotel untuk menghindari tamu yang ngotot nginap di sofa - seperti yang saya lakukan empat tahun lalu. Semoga saja tidak!
Taste of Kendari
Saat travelling, traditional corner di coffee shop atau restoran hotel adalah menu sarapan yang selalu menarik. Kendari punya Sinonggi, makanan tradisional suku Tolaki, suku utama di daratan Sulawesi Tenggara. Di hotel tempat saya menginap, selalu tersedia Sinonggi sebagai menu sarapan. Nampaknya Sinonggi hanya satu-satunya menu tradisional yang tersedia, bahkan traditional corner sudah dilabel dengan Traditional Food: Sinonggi.
Sinonggi adalah olahan sagu (seperti umumnya kawasan timur Indonesia, olahan sagu merupakan makanan pokok selain nasi) yang dihidangkan dengan sup ikan dan sayur bening. Sinonggi dihidangkan segar, tepung sagu dimasak ketika akan dihidangkan. Sinonggi mirip dengan Kapurung (Luwu, Sulawesi Selatan) dan Papeda (Papua dan Maluku), tentu saja Sinonggi dengan taste khas Kendari.
Sinonggi adalah olahan sagu (seperti umumnya kawasan timur Indonesia, olahan sagu merupakan makanan pokok selain nasi) yang dihidangkan dengan sup ikan dan sayur bening. Sinonggi dihidangkan segar, tepung sagu dimasak ketika akan dihidangkan. Sinonggi mirip dengan Kapurung (Luwu, Sulawesi Selatan) dan Papeda (Papua dan Maluku), tentu saja Sinonggi dengan taste khas Kendari.
Langganan:
Postingan (Atom)