Kamis, 26 November 2009

Cooking for survival



Di keluarga saya ada prinsip: anak laki-laki harus bisa memasak.Ibu saya berkeinginan anak laki-lakinya sekolah setinggi-tingginya dan merantau sejauh-jauhnya untuk meraih kesuksesan. Oleh karena itu anak lagi-laki harus bisa memasak agar urusan lidah dan perut tidak menjadi kendala ketika berada jauh dari keluarga, terlebih ketika berada di negeri di mana makanan melayu sulit didapat (karena langka atau karena mahal). Saya membuktikan, konsep ini benar adanya.



Saya berkesempatan mengikuti training di Brisbane selama dua pekan pada tahun 2005 atas sponsor suatu organisasi di Australia. Sebenarnya keikutsertaan saya hanya sebagai penerjemah untuk tiga peserta lainnya dari daerah yang bahasa Inggrisnya memang sangat tidak bagus. Jadilah saya ikut training, dengan tugas utama sebagai penerjemah (dengan bahasa Inggris yang pas-pasan juga)dan sekaligus sebagai peserta training. Sponsor setuju, budget yang semula hanya untuk membayar penerjemah lokal, bisa dimanfaatkan untuk membiayai keberangkatan dan akomodasi saya selama dua minggu di Brisbane, tapi dengan konsekuensi hanya mendapat pocket money sangat kecil. Saking kecilnya, uang sejumlah itu hanya bisa untuk beli burger di pinggir jalan, untuk sekali makan.



Untuk makan siang, masalahnya bukan cuma uang saku tidak cukup untuk makan siang di restoran (atau kafetaria), tetapi di laboratoium/ centre tempat saya training (yang berlokasi di pedesaan Queensland) tidak tersedia cafetaria. Semua karyawan di sana membawa lunch box masing-masing.



Untunglah organizer menyewakan furnished apartment dengan dapur yang nyaman dan peralatan masak yang lengkap. Cukup ngirit dengan masak sendiri untuk sarapan, bekal makan siang dan makan malam. Belanja bahan masakan saat perjalanan dinas, memberi sensasi tersendiri. Pengalaman yang paling mengesankan adalah berbelanja di toko Vietnamese di Darra (berlokasi diantara Taringa tempat saya tinggal dan Wacol tempat saya training). Darrra merupakan kawasan pemukiman Vietnamese (mirip china town). Surprised menemukan Asian Food segar dan lengkap di Brisbane. Dan lebih surprised lagi, pemilik toko sangat hormat setelah tahu kalau kami adalah orang Indonesia. Dia sangat mengapresiasi peran Indonesia menampung manusia perahu ketika konflik Vietnam Utara dan Selatan pada masa lalu. Kami selalu mendapat sambutan hangat plus diskon setiap belanja di sana.Baca juga: http://www.thejakartapost.com/news/2009/08/04/revisiting-refugees-galang-island.html



Agar irit, belanja daging, ayam (plain maupun marinated) dan roti di Supermarket ada seni tersendiri. Items yang akan segera expire biasanya dijual dengan diskon hingga 50%. Pulang training biasanya kami mampir di supermarket yang berdekatan dengan stasiun kereta untuk hunting daging dan ayam diskon buat bahan masakan esok harinya.



Apartemen di Taringa

Vietnamese Shop di Darra

2 komentar:

Admin mengatakan...

wow.. senangnya.... bisa jalan2 gratis Pak Ngah... itulah kelebihan kalau bisa bhs org barat itu.. yg telah menjadi bahasa dunia.
makasih ye Pak Ngah dah singgah kat gubuk kami..
alangkah indah tali silaturrahim kita rajut bersama Tukeran Link :D

Ison Idris mengatakan...

Nan Limo. Terimokasih Nan Limo. Dah singgah di laman kami. Senang bisa berbagi cerita