Sabtu, 02 Oktober 2010

Dreams from My Brother

Selembar kartu pos cetakan 1970an bergambar Grand Canyon National Park Arizona yang aku temukan di rak buku di rumah kami, sudah menarik perhatianku sejak kecil, mungkin sekitar kelas 3 – 4 SD. Sungguh pemandangan yang mengagumkan, pegunungan yang terpahat secara alami seluas mata memandang. Kartu pos itu merupakan souvenir dari The Voice of America (VOA) dan tersimpan bersama koleksi filateli Abang ketika dia SMP hingga SMA.



Pada tahun 1970an ketika Abang SMP dan SMA (bahkan hingga akhir 1980an dan 1990an ketika aku SMP dan SMA) mendengarkan Radio siaran asing seperti BBC, VOA, ABC dll adalah satu dari sedikit cara mengenal dunia dan belajar bahasa Inggeris dari native speaker di desa pinggir hutan dimana kami dibesarkan di pedalaman Sumatera. Mengandalkan radio SW (Short Wave) dan Battery “Cap Kucing” (karena tiada jaringan PLN) secara rutin mendengarkan radio sambil tiduran atau duduk di meja belajar di sela mengerjakan PR, sesekali menulis surat ke stasiun radio itu, mendapat kiriman program siaran, buku pelajaran bahasa Inggeris dan souvenir (berupa kartu pos, atau stiker), agar tak jadi “katak di bawah tempurung” sering sambil bermimpi keliling dunia “bagai pungguk rindukan bulan”.



Beberapa tahun kemudian, sekitar pertengahan tahun 1988 kami menerima kiriman surat dari Abang yang sedang studi post graduate di Amerika Serikat, terlampir beberapa foto dan salah satu adalah foto Abang berlatar belakang Grand Canyon! Surprised, sama dengan kartu pos yang ku kagumi itu.



Beberapa hari yang lalu, aku kembali menemukan Grand Canyon, kali ini di dinding facebook Abang, luar biasa! Dua puluh tahun kemudian Abang kembali ke Grand Canyon. Kali ini Abang kembali ke Grand Canyon bersama sang isteri tercinta.



Dan, ini lah aku, April 2015 menjejakkan kaki di sini, bukan di Grand Canyon - tetapi setidaknya di daratan yang sama dengan Grand Canyon.


Jauh sebelum membaca “Laskar Pelangi” dan “Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata, aku sudah percaya dengan kekuatan mimpi. Bagi kami anak desa, dari keluarga yang sangat sederhana, mimpi adalah modal besar untuk meraih cita-cita. Alhamdulillah, sejak kecil hingga hari ini, Abang selalu menjadi inspirasi bagiku, bermimpi, berusaha dan berserah pada Yang Maha Kuasa.

2 komentar:

Hans mengatakan...

Luar biasa! Bang Islan dan Ison memang luar biasa.
Kebiasaan Bang Islan waktu di Asrama INHU Krasak Kotabaru Ygk masih ku ingat. Pada saat rekan lain mulai istirahat masuk kamar dan tidur, Bang Islan mulai belajar/membaca di keheningan malam. Kami berdua juga pernah jalan kaki 1/2 Yogya, start dari Krasak, kewek, Malioboro, Kusumanegara, gejayan, FKH, Kampus Pusat UGM, cik Ditiro, Kridosono, Krasak. Dapat roko GG Merah di jalan depan Fisipol hehehe...mungkin waktu itu dia lagi bayangkan naik heli di Grand Canyon yang akhirnya tercapai... :)

Ison Idris mengatakan...

Thanks Bang Hans