Sabtu, 25 April 2015

Atlanta, Musim Semi 2015

Conference lagi, artinya jalan-jalan gratis lagi...

Kali ini saya menghadiri scientific meeting di Atlanta negara bagian Georgia AS. April adalah musim semi di bumi belahan utara. Menurut saya, waktu terbaik mengunjungi wilayah beriklim subtropis seperti Atlanta adalah musim semi seperti sekarang. Pertama, karena suhu tidak terlalu dingin tetapi juga tidak panas. Kedua, kita bisa menikmati pemandangan khas musim semi, bunga-bunga bermekaran dan pohon-pohon didominasi pucuk hijau. Terlebih bila matahari bersinar cerah, nyaman dan indah sekali.

Memory saya tentang Atlanta yang paling awal adalah Olimpiade Atlanta tahun 1996. Nah, disela cenference tempat pertama yang saya kunjungi adalah Centennial Olympic Park di pusat kota Atlanta. Taman ini dibangun dalam rangka Olimpiade 1996, dan kemudian berfungsi sebagai alun-alun kota seperti tempat penyelenggaraan pesta kembang api atau festival musik musim panas.



Hanya beberapa langkah dari Centennial Olympic Park, kita bisa mampir ke CNN Center (yang merupakan kantor pusat CNN global) yang terbuka dan gratis untuk umum. Kita juga bisa mengikuti Inside CNN Studio Tour. Dengan membayar $16 kita bisa menyaksikan di balik layar proses produksi dan penyiaran.



Bersebelahan dengan Centennial Olympic Park ada The World of Coca-Cola yang merupakan ruang pamer permanen seperti museum yang memamerkan sejarah The Coca-Cola Company beserta memorabilia Coca-Cola sepanjang zaman. Pengunjung juga dapat mencicipi aneka produk Coca-Cola. Untuk menikmati itu semua kita harus membeli tiket $16. Kantor pusat The Coca-Cola Company memang berada di Atlanta.


Kita bisa juga mengunjungi bagian The World of Coca-Cola yang bisa diakses umum secara gratis, saya memilih yang ini. Tempat ini juga disebut Pemberton Place untuk mengenang John Pemberton sang inventor dari Coca-Cola. Saya tidak terlalu suka Coca-Cola dan soft drink umumnya. Saya lebih tertarik dengan sosok Dr John Pamberton, seorang apoteker yang mengabdi sebagai Letnan Kolonel di Angkatan Darat. Karena terluka di medan perang, ia kemudian kecanduan morfin yang digunakan sebagai penghilang nyeri masa itu. Sebagai apoteker ia kemudian meneliti untuk mencari alternatif penghilang nyeri untuk menggantikan morfin. Penelitian ini yang kemudian berujung pada penemuan formula minuman yang dijual bebas dan menjadi bisnis yang menggurita secara global. Nah, saya menyempatkan "foto bareng" dengan John Pemberton.

Kamis, 22 Januari 2015

Paris: Tour Eiffel

Setiap hari saya mengikuti training di kelas sehari penuh, berakhir pukul 6 malam.

Pada hari pertama selepas kelas, malamnya ada cocktail reception oleh tuan rumah. Sebenarnya ingin kabur jalan-jalan, tapi demi garuda di dada ku - menjaga nama baik negara, tetap saja memaksa diri untuk hadir dan mencicipi makanan (yang kata tuan rumah dijamin halal) - ngobrol - dan minumnya coke saja.

Pada hari kedua selepas kelas, saya bergegas ke Stasiun Monceau untuk naik metro ke menara Eiffel. Ini kali pertama saya ke Paris, mungkin suatu saat nanti kembali ke Paris, tapi kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengunjungi icon kota Paris, menara Eiffel. Saya check di laman web, menara Eiffel buka hingga hampir tengah malam. Siangnya di kelas, saya sempat curi-curi browsing rute metro ke menara eiffel. Rute yang disarankan google map, seperti biasa selalu sangat membantu. Malu bertanya, buka google map, demikian kata pepatah :)

Nah, ini rute dari kantor OIE.


Menara Eiffel pada malam hari bermandi cahaya, segera terlihat begitu keluar dari stasiun metro. Karena bepergian sendiri, timer di kamera ipad pun dimaksimalkan fungsinya untuk selfie :) Here I am.



Menara Eiffel itu mirip MONAS - dengan membeli tiket - pengunjung bisa naik ke atas menara. Saya membeli tiket seharga 9 Euro untuk naik ke lantai 2. Sebenarnya pengunjung bisa naik hingga ke puncak menara dengan membeli tiket khusus, tetapi saat ini akses ke puncak menara tidak dibuka karena ada pekerjaan pemeliharaan.


Dari lantai 2 menara Eiffel saya bisa memandang kota Paris yang bermandikan cahaya pada malam hari. Seperti ini:


Paris: Parc Monceau

Selama training di kantor pusat OIE, saya berangkat dan pulang menggunakan metro. Stasiun metro yang terdekat dengan kantor OIE adalah Stasiun Monceau. Di dekat stasiun ini ada taman yang terbuka untuk publik, Parc Monceau, atau Taman Monceau. Taman ini berada persis di persimpangan Boulevard de Courcelles, Rue de Prony dan Rue Georges Berger.


Nah, berhubung selama training tidak disediakan makan siang, saya harus membeli makan siang sendiri. Saya membeli sandwich halal dan jus buah di kedai dekat kantor OIE dan menikmatinya di Parc Monceu ini.


Sambil menikmati makan siang di kursi taman, kita bisa mengamati gaya hidup warga paris di taman ini. Banyak yang jogging lengkap dengan pakaian olahraga, ada yang dengan pakaian kantoran mengobrol dengan rekan sekantor, ada yang sendirian makan (seperti saya), mengobrol di telepon seluler atau asyik membaca. Di wikipedia saya menemukan ternyata taman ini cukup tua dan bersejarah - didirikan oleh Phillippe d'Orléans, Duke of Chartres, sepupu King Louis XVI, seorang yang kaya raya dan aktif di dunia politik dan kemasyarakatan. Lahan dibeli pada tahun 1769 - kemudian pembangunannya dimulai tahun 1778, dengan perancang Louis Carrogis Carmontelle.

Duduk di taman berlama-lama di udara musim dingin sekitar 2^ C tidak nyaman. Lebih baik jalan-jalan keliling sambil menikmati keindahan taman dan menghangatkan tubuh.


Paris: 12, rue de Prony

Tiba juga masanya saya berada di sini: 12, rue de Prony. 75017 Paris, France. Sejak 11 tahun yang lalu, hari pertama di DITKESWAN, saya perlahan-lahan menjadi familiar dengan alamat itu. Tugas saya sehari-hari menyiapkan konsep surat dinas yang ditujukan kepada OIE, atau memonitor situasi penyakit hewan dunia melalui website OIE, dan dengan berjalannya waktu kemudian melibatkan diri secara langsung dengan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan OIE di sub regional Asia Tenggara dan regional Asia Pasifik. Dan pekan ini, saya berada di kantor pusat OIE untuk training selama 3 hari.

Sebagai dokter hewan yang memulai karir di lapangan - di garda depan pengendalian penyakit hewan, kemudian meniti karir sebagai veterinary officer, menjejakkan kaki di kantor pusat OIE dan berada di ruangan dimana keputusan-keputusan penting di bidang kesehatan dunia tingkat global dibuat, saya merasa sangat terberkati.




Senin, 29 Desember 2014

They are the future. They can heal the world.

Think about the generations and they say:
We want to make it a better place
For our children
And our children's children






They are the future. They can heal the world.

Indonesia pernah memimpin Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung.
Peristiwa yang monumental, mengilhami negara-negara di Asia-Afrika untuk berubah - mempercepat dekolonisasinya dari ikatan kolonialisme.
Konferensi Asia Afrika juga mencetuskan suatu pandangan mendasar yang digunakan untuk meredakan perang dingin kala itu, pandangan non-konfrontatif.

Saya hanya mengantar dua orang anak Indonesia ke Museum Konferensi Asia Afrika di penghujung tahun 2014, agar mereka bangga menjadi anak Indonesia, agar terinspirasi berkontribusi untuk dunia yang lebih baik, seperti semangat "Dasa Sila Bandung".

Scenic View of Parahyangan Seen from Argo Parahyangan Train Window

Salah satu rencana yang ingin saya laksanakan sebelum tahun 2014 berakhir adalah traveling ke Bandung menumpang kereta api bersama anak-anak. Saya amat terkesan dengan pemandangan alam Jawa Barat atau Parahyangan yang indah sepanjang rute kereta api Jakarta - Bandung pada perjalanan saya dengan Kereta Api Parahyangan pada tahun 2008 silam. Itu adalah perjalanan saya pertama dan satu-satunya menumpang kereta api pada rute tersebut. Selain pemandangan alam yang indah, sensasi yang dirasakan saat melewati Terowongan Sasaksaat sepanjang hampir 1 kilometer dan Jembatan Cikubang sepanjang 300 meter di ketinggian 80 meter juga merupakan pengalaman yang sangat berkesan. Saya ingin mengulangnya dan berbagi pengalaman itu dengan anak-anak saya.

27 Desember 2014 pagi, setelah membeli tiket kereta jauh-jauh hari dengan reservasi online, membayar melalui ATM dan mencetak tiket mandiri akhirnya saya bisa menikmati perjalanan ini bersama anak-anak. Kereta Api Parahyangan memang telah tiada dan digantikan oleh Kereta Api Argo Parahyangan, tetapi indahnya Pemandangan masih belum berubah. Saya dan anak-anak amat menikmati perjalanan sekitar 3 jam rute Jakarta - Bandung ini.








Bila panjang umur dan ada rezeki, saya ingin mengunjungi kota-kota lain di Jawa dengan kereta api bersama anak-anak.

Jumat, 26 Desember 2014

Enrekang: Nice Place, Nice People, Nice Food,

Enrekang, satu di antara kabupaten di Sulawesi Selatan, ditempuh sekitar enam jam perjalanan darat ke utara dari Makassar. Daerah ini menyajikan pemandangan yang indah dengan kontur berbukit, salah satunya adalah Gunung Nona. Dalam bahasa setempat Gunung Nona disebut Butu Kabobong, yang berarti Gunung Vagina. Gunung ini memang tampak seperti kelamin wanita. Hanya saja, karena berdekatan dengan Tana Toraja, banyak orang yang salah kaprah Gunung Nona adalah bagian dari Tana Toraja. Anyway, Nice Place!




Kunjungan saya ke Enrekang pada bulan November 2014 adalah dalam rangka Pelatihan Investigasi Penyakit Hewan untuk paramedik veteriner di kabupaten ini. Sambutan teman-teman di Enrekang sungguh mencengangkan. Kegiatan pelatihan ini dibuka langsung oleh Bupati, suatu hal yang sangat langka Bupati berkenan menghadiri dan memberi arahan untuk kegiatan selevel ini. Dokter hewan kabupaten sebagai trainer utama mengajarkan modul ini dengan baik, didukung oleh dokter hewan dari kabupaten lain. Para peserta, yaitu paramedik veteriner mengikuti pelatihan ini dengan sangat antusias. Kegiatan pelatihan ditutup oleh Kepala Dinas. Ini lah kunjungan ke kabupaten yang sangat berkesan bagi saya. Semua orang antusias dan optimistis. Nice People!


Pada suatu malam, saya mencoba salah satu makanan khas Enrekang yaitu Nasu cemba. Nasu Cemba semacam sop daging sapi yang dimasak dengan menggunakan bahan yang khas yaitu daun cemba. Sekilas tampak seperti Sop Saudara khas Makassar. Agak mirip Rawon juga tampilannya. Tetapi rasanya sangat khas, rasa yang ditimbulkan oleh Cemba. Ditambah sambal rawit dan perasan jeruk nipis lebih enak. Nice Food!


Kopinya juga enak, walau beberapa warung mengklaim sebagai kopi toraja.